Home

Minggu, 24 Juli 2016

Kisah Romantis Tsabit bin Ibrahim



Buah Menjaga Diri Dari Yang Haram
            Seorang lelaki yang shalih bernama Tsabit bin  Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan.
Melihat apel yang ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit,apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berfikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat  itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukanlah miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.
            Maka dia pergi ke dalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu dia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata,
“Aku sudah memakan setengah dari buah apel ini,aku berharap anda menghalalkannya .”
Orang itu menjawab,
“Aku bukan pemilik kebun ini, aku pembantunya  yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya.”
            Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi,
“Diamana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.”
            Pengurus kebun itu memberitahukan,
“Apabila engkau ingin pergi  ke sana maka engkau harus menempuh perjalalanan sehari semalam”.
            Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu,
“Tidak mengapa, aku akan tetap pergi menemuinya meskipun rumahnya jauh, aku telah memakan buah apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seizin pemiliknya. Bukankah Rasulullah sudah memperingatkan kita  lewat sabdanya, ‘Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram,maka dia  lebih layak menjadi umpan api neraka’.”

Akhirnya Tsabit pergi ke rumah sang pemilik kebun itu, dan setiba disana dia langsung mengetuk pintu, setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit memberi salam dengan sopan, seraya berkata,
“Wahai tuan yang pemurah,saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah  tuan menghalalkan  apa yang  sudah kumakan ini ? “
            Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu  dia berkata tiba-tiba,
“Tidak , aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu  syarat,”
            Tsabit merasa hawatir dengan syarat itu karena takut dia tidak bisa memenuhinya. Maka segera  dia bertanya,
“Apa syarat  itu tuan?”
Orang itu menjawab,
“Engkau harus mengawini  putriku !”
            Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, dia bertanya,
“Apa karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?
            Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Dia malah menambahkan, katanya,
“Sebelum pernikahanmu dimulai engkau harus tahu  dulu kekurangan-kekurangan putriku . Dia seorang yang buta,bisu, dan tuli. Lebih dari itu dia juga seorang yang lumpuh !”
            Mendengar itu Tsabit amat terkejut, dia berfikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti iu patut dia persunting sebagai  istri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya ?
            Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi,
“Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau  makan !”
            Namun Tsabit  menjawab dengan mantap,
“Aku akan menerima pinangannya dan mengawininya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah ta’ala .”
            Pernikahanpun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad  nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu hendak masuk kamar pengantin, dia berfikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu,karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya  tidak tuli dan bisu juga. Maka dia pun mengucapkan salam,
“Assalamu’alaikum... . .”
Tak  dinyana sama sekali wanita yang  ada di  hadapannya dan kini telah resmi menjadi istrinya  itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak mengampiri wanita itu,dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya.
Tsabit  sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini.
“Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia  menyambut salamku dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan  bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut  kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula,” pemuda itu bertanya dalam hatinya. Tsabit berfikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ?
Tsabit duduk  di samping istrinya,dan bertanya
“Ayahmu mengatakan padaku bahwa engkau buta. Mengapa  ?”
Wanita itu kemudian berkata,
”Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah.”
Tsabit bertanya lagi,
“Ayahmu juga mengatakan bahwa egkau tuli. Mengapa ?”
Wanita itu menjawab
“Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau  mendengar berita dan cerita orang  yang  tidak membuat Allah ridha. Ayahku juga mengatakan padamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?”
Tanya wanita  itu kepada Tsabit,Tsabit mengangguk perlahan mengiakan pertanyaan istrinya, selanjutnya wanita itu berkata ,
 “Aku  dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku  hanya  menggunakan lidahku  untuk menyebut  asma Allah Ta’ala saja. Aku  juga dikatakan lumpuh  karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa  menimbulkan kegusaran Allah ta’ala.”
            Tsabit amat  bahagia mendpatkan istri yang ternyata amat shalihah yang memelihara dirinya dan wanita tercantik. Dengan bangga dia berkata pada istrinya,
“Ketika ku lihat wajahnya... Masha Allah dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap.”
            Tsabit dan istrinya yang shalihah dan cantik itu hidup rukun dan bahagia. Tidak lama kemudian  mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunnya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia. Itulah Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit.



Di kutip dari buku karangan penulis Best Seller Burhan Sodiq "Ya Allah Izinkanlah Dia Untukku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar