Home

Sabtu, 22 Oktober 2016

Cukuplah Satu Tamparan Ini Menjawab Tiga Pertanyaanmu




 Seorang santri memutuskan untuk menimba ilmu agama ke luar negeri. Dia bermukim lama sekali di negara tempatnya belajar. Sesudah ia merasa cukup dengan ilmu yang dimilikinya, ia kembali pulang pada keluarga dan negaranya.
            Sesampainya di rumah ia bertanya kepada keluarganya adakah di kampung ini ulama yang luas ilmunya, karena ia mempunyai beberapa pertanyaan yang saat ini selalu saja menghantui pikirannya.
            Keluarganya mengatakan, bahwa ada seorang ulama saleh dan memiliki ilmu agama yang mumpuni yang bisa menjawab pertanyaan sang santri. Mendengar jawaban keluarganya ia merasa sangat bahagia. Ia pun bergegas menuju rumah ulama tersebut. Sesampainya di sana ia lalu berdialog dengan ulama itu.
“Assalamu’alaikum,” ucap santri santun.
“Wa’alaikum salam,” jawab sang ulama seraya tersenyum.
            Merasa tidak mengenal tamunya ,ulama itu bertanya kepada santri yang ada di depannya,
“Siapakah nama Anda? Adakah sesuatu yang bisa saya bantu?”
“Nama saya Mahmud. Kalau berkenan, saya juga ingin bertanya kepada Anda, siapakah Anda? Bolehkan saya bertanya mengenai tiga pertanyaan kepada Anda?” Tanya santri.
“Saya hanya hamba Allah biasa. Akan tetapi, Insya Allah saya akan mencoba menjawab pertanyaanmu, Nak. Dengan izin Allah tentunya,” ujar ulama itu merendah.
 “Apa Anda yakin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya? Karena sebelumnya, saya pernah menanyakan masalah ini kepada banyak ulama, namun mereka tidak bisa mejawabnya,” ujar santri itu kembali menjelaskan.
“Saya akan mencobanya semampu saya, Nak. Silakan ajukan apa yang hendak kamu tanyakan?”


“Saya mempunyai tiga pertanyaan. Pertama, apakah Allah benar-benar ada?  Kalau memang ada, apa bukti dan bagaimana bentuk-Nya? Kedua, apakah yang dimaksud dengan qadha dan apa yang dimaksud dengan qadar? Ketiga, apabila menurut islam setan itu diciptakan dari api neraka, kenapa kalau ia musyrik dan bermaksiat kepada Allah mereka akan dibakar di dalam api neraka juga? Bukankah secara rasional mereka akan menyatu dengan api itu?”
“Plaakk !!”     
Mendengar pertanyaan-pertanyaan santri itu, sang ulama bukannya menjawab dengan kata-kata, ia justru menampar muka santri itu  sekeras-kerasnya. Tidak menduga mendapatkan tamparan sekeras itu, sang santri terkesiap kaget. Ia mengaduh kesakitan sambil memegang pipinya,
“Kenapa anda menampar saya, apakah Anda marah dengan pertanyaan saya?”
“Saya tidak marah. Tamparan itu adalah jawaban untuk tiga pertanyaan yang kamu ajukan tadi,” jawab sang ulama tenang.
“Saya benar-benar tidak mengerti. Apa kaitan  tamparan itu dengan pertayaan-pertanyaan yang saya ajukan barusan?” ujar sang santri penasaran.
“Dengan tampara tadi, sebenarnya kamu sudah mendapatkan jawabannya.”
“Maksud Anda?”
“Apa yang kamu rasakan ketika kamu mendapatkan tamparan tadi?”
“Tentu saja sakit!”
“Sakit kan? Apakah Anda yakin rasa sakit itu benar-benar ada?”
“Tentu saja ada!”
“Kalau Anda yakin rasa sakit itu ada. Bisakah Anda menunjukan kepada saya seperti apa bentuk rasa sakit itu?”
“Saya tidak memahami maksud Anda. Tentu saya tidak bisa melihat rasa sakit itu!”
“Nah, itu adalah jawaban untuk pertanyaan kamu yang pertama. Artinya kita harus merasa yakin dengan keberadaan Allah meskipun kita tidak mampu melihat-Nya.”
            Sesudah menjelaskan mengenai pertanyaan pertama tadi, ulama itu kembali bertanya,
“Apakah kamu pernah bermimpi sebelumnya bahwa saya akan menamparmu hari ini?”
“Tidak.”
“Itu adalah jawaban kedua. Bahwa qada dan qadar itu rahasia Allah. hanya Dialah yang mengetahuinya!”
            Sang ulama meneruskan,
“Kamu mengatakan bahwa tamparan saya membuat pipimu sakit. Lihatlah kedua tangan ini, terbuat dari apakah gerangan, kenapa bisa membuat pipimu sakit?”
“Dari tanah,” jawab santri iu sambil terlihat kebingungan,
“Mukamu sendiri diciptakan dari apa?”
“Sama, dari tanah juga.”
“Lalu apa yang kamu rasakan ketika kedua tangan saya yang terbuat dari tanah menampar mukamu yang juga terbuat dari tanah?”
“Terasa sakit.”
“Tepat sekali! Walaupun setan tercipta dari api dan neraka adalah api, apabila Allah berkehendak, maka api neraka akan terasa panas dan membakar setan. Alhasil, janganlah semua masalah keagamaan Anda pahami hanya dengan memakai rasio. Karena rasio mempunyai batas-batas yang dalam banyak hal tidak bisa memahami rahasia-rahasia Allah. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.”




DIkutip dari buku karangan Ahmad Salim Badwilan '300 KM Menuju Jahanam"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar