Home

Rabu, 14 September 2016

Masuk Islam Karena Senyuman





Kisah ini diceritakan oleh seorang pegiat dakwah yang masyhur, beliau bernama Syaikh Nabil Al-Iwadhi. Dalam salah satu tulisannya yang berjudul, “ Kisah-Kisah Nyata.” Cerita ini diambil dari salah seorang pegiat dakwah di Amerika serikat.
            Syekh Nabil mengisahkan, saat beliau tinggal di Amerika, beliau memberikan pengajian di salah satu masjid di sana. Dalam pengajian itu tiba-tiba salah seorang jamaah memotong perkataannya dan berkata,
“Wahai Syaikh, aku mau masuk Islam, bimbinglah  aku untuk membaca dua kalimah syahadat!”

            Syekh Al-Iwadhi bangkit dan menghampiri orang Amerika tadi. Sesampainya di samping orang Amerika itu, tiba-tiba keharuan menyelimuti jiwanya. Dengan spontan mulutnya memekik takbir “Allahu Akbar”
            Warga Amerika terdiam. Ia merasakan getaran hebat dari kumandang takbir yang dipekikkan oleh Syaikh itu. Karena ingin tahu apa yang membuat dia ingin masuk Islam, Syaikh langsung bertanya kepadanya,
“Apa yang membuat Anda jatuh cinta  kepada ajaran Islam, sehingga Anda tertarik untuk menganutnya?”
            Dengan bergetar, ia menjawab,
            “Sebelumnya, tanpa bermaksud riya’ aku ingin sedikit bercerita menngenai diriku. Aku dikarunia Tuhan rezeki yang berlimpah. Aku memiliki perusahaan-perusahaan dan apartemen-apartemen mewah. Tetapi aku tidak pernah merasakan kehidupan yang tenang dan bahagia. Di rumah, salah seorang pekerjaku seorang muslim, ia berasal dari India. Aku memberinya gaji sangat rendah sekali. Namun, setiap kali aku menemuinya, ia selalu tersenyum dengan ikhlas. Sementara aku dengan berlimpahan harta yang aku miliki seakan sulit untuk tersenyum sekalipun! Di dalam hati, aku bergumam, ‘Bagaimana dia bisa selalu bahagia dan tersenyum, padahal tidak mempunyai apa-apa? Sedangkan aku yang mempunyai harta dan kekayaan yang berlimpah justru tidak bisa tersenyum sama sekali?”
            Suatu hari aku memanggilnya dan mengajaknya ngobrol-ngobrol ringan. Dalam obrolan itu aku bertanya kepadanya,
“Bolehkah aku tahu apa yang bisa membuat kamu selalu tersenyum dan bahagia dengan kehidupanmu?” tanyaku polos.
            Orang India itu terdiam. Dia belum mengerti kenapa majikannya menanyakan sesuatu yang menurut dia sangat janggal. Dengan lembut, ia menjawab pertanyaanku dengan jawaban yang sama sekali tidak pernah aku duga.
“Karena aku seorang muslim, Tuan. Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan-Nya,” jawabnya singkat.
            Masih penasaran dengan jawaban itu, aku kembali bertanya kepadanya,
“Apakah seorang muslim selalu bahagia sepanjang waktu?” tanyaku penasaran.
“Ya!”
“kenapa bisa demikian?”
“Karena kami diajari oleh Nabi kami, Muhammad SAW, yang bersabda, ‘Sungguh luar biasa orang mukmin itu.Seluruh perbuatannya adalah kebaikan! Ketika tertimpa musibah ia akan bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya. Ketika diberikan kenikmatan ia akan bersyukur karenanya dan itu juga menjadi kebaikan baginya’. Perbuatan kami, yang baik maupun buruk, senantiasa memiliki nilai kebaikan. Ketika tertimpa musibah bersabar kepada Allah dan ketika diberi kenikmatan bersyukur kepada-Nya. Hidup kami benar-benar ada dalam kebahagiaan selamanya!”
            Jawabannya benar-benar membuat jantungku berdetak kencang. Begitu indah ajaran agama ini. Tanpa berfikir panjang, aku langsung mengambil keputusan untuk masuk Islam. Aku utarakan niatku kepadanya.
“Sungguh aku ingin memeluk agamamu, bagaimanakah caranya!” pintaku dengan nada penuh harap.
“Ucapkanlah dua kalimah syahadat. Datanglah ke mesjid di mana pun. Mintalah kepada imam di sana untuk menuntun keislaman Tuan!”
“Begitulah ceritanya hingga saat ini aku berada disini,” ujarnya lagi.
            Syaikh Al-Iwadhi melanjutkan kisahnya. Kawan syaikh itu kemudian menuntun laki-laki bule itu mengucapkan dua kalimah syahadat,
 “Asyhadu anla ilaha ilallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah!”


            Dengan bibir bergetar hebat dia mengucapkan dua kalimah sakral itu. Air matanya menetes, perasaanya mengharu-biru menyelimuti hatinya. Hatinya lemas lunglai. Keharuan menyelimutinya. Hatinya merasakan kesejukan tiada tara. Kesejukan yang tiada pernah ia rasakan sebelumnya. Hatinya seumpama ditetesi embun-embun cinta Tuhan yang membuat dia tak kuasa menahan getar bibirnya. Ia menangis tersedu-sedu di hadapan orang-orang yang hadir di majelis itu. Seseorang merasa iba, mencoba untuk menenangkannya, namun dicegah oleh Syaikh Al-Iwadhi..
“Biarkanlah dia terus menangis!”

Dalam balutan keharuan, laki-laki itu terus menangis sampai beberapa menit kemudian ia berhenti, hanya sesekali ia terisak. Syaikh Iwadhi dengan lembut bertanya kepada laki-laki itu,
“kenapa Anda tadi menangis”
“Demi Allah, aku merasakan kebahagiaan merasuk kedalam jiwaku yang terdalam. Laksana tetesan-tetesan embun yang menyejukkan. Pikiranku damai dan kedamaian itu beringsut menjelajahi seluruh tubuhku. Aku merasakan hamparan kebahagiaan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya.”
            Syekh Al-Iwadhi terharu. Ia menitikkan air mata. Majelis itupun dilanjutkan, saat itu sang syaikh menyampaikan nasihatnya,
“Sungguh kelapangan dan kebahagiaan jiwa tidak akan pernah kalian dapatkan melalui hiburan,sinetron,film, dan nyanyian yang melenakan. Karena ketenangan  dan kebahagiaan jiwa yang hakiki hanya bisa didapatkan dengan membaca Al-Qur’an,berpuasa, bersedekah, dan berdzikir. Maha benar firman Allah;
Maka apakah orang-orang yang disibukkan Allah hatinya (untuk) menerima agama islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya) Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar [39]: 22).
            Sobat cerita pena yang budiman, terkadang hidup kita seringkali dilanda kejenuhan karena kita acapkali memikirkan sesuatu yang tidak ada sehingga kita pun lupa mensyukuri yang sudah ada padahal bila kita renungkan sejenak, bahwasannya betapa beruntungnya kita terlahir sebagai seorang muslim dan menjadi muslim yang baik di mata Allah, segala bentuk kebaikan yang kita lakukan di keseharian kita akan dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah, pun begitu dengan tersenyum, tak peduli apa profesi kita, buruh pabrik, pedagang, pejabat atupun petani. Cintai apa yang kita miliki dengan penuh ke ikhlasan, dan tersenyumlah.
            Sudah tersenyum hari ini ??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar